BAB I
PENDAHULUAN
Di antara kaum muslimin saat ini,
khususnya di negara kita, ada yang berkeyakinan bahwa nama dan sifat Allah
subahanhu wa ta’ala terbatas dengan bilangan tertentu. Di antara mereka ada
yang berkeyakinan bahwa jumlah nama Allah subhanahu wa ta’ala hanya ada 99
nama, ada yang berkata 20 nama dan ada juga menetapkan 23 nama. Benarkah
keyakinan ini?
Syubhat
di Kalangan Kaum Muslimin tentang Adanya Batasan Bagi Nama dan Sifat Allah subhanahu
wa ta’ala. Sebagian kaum muslimin membatasi nama-nama Allah dengan bilangan
99, dengan berdalil dengan hadist Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam
dari shahabat Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu:
وقال صلى
الله عليه
وسلم: "إن لله
تسعة وتسعين
اسمًا, من أحصاها
دخل الجنة
“Sesungguhnya Allah memiliki
99 Nama -seratus kurang satu- yang apabila seseorang menjaganya
niscaya dia masuk Surga”[1]
Hadist
di atas adalah hadist yang shahih dengan kesepakatan para ‘ulama ahli hadist.
Akan tetapi menjadikan hadist tersebut sebagai dalil untuk membatasi nama-nama
Allah hanya berjumlah 99 nama, adalah suatu kekeliruan.
Ibnu Hazm rahimahullahwa
ghofarallahulahu pun salah dalam memahami hadits ini. Beliau berpendapat
bahwa adanya batasan bilangan untuk nama-nama Allah subhanahu wa ta’ala.
Beliau berkata, ”Seandainya Allah subhanaahu wa ta’ala memiliki nama
selain 99 nama tersebut, maka perkataan Rasulullah “seratus kurang satu” menjadi
perkataan yang sia-sia (tidak bermakna).[2]
Pendapat Ibnu Hazm ini diselelisihi oleh
pendapat jumhur ‘ulama. Jumhur ‘ulama berpendapat bahwa tidak adanya batasan
bagi nama-nama Allah subhanaahu wa ta’ala. Mereka memahami bahwa
pembatasan yang disebutkan dalam hadist Abu Hurairah adalah berkaitan dengan
janji yang diberikan bagi orang yang menjaga nama-nama tersebut.
Makalah dalam tugas makalah kali
ini, tugas saya adalah berusaha semaksimal mungkin untuk menjelaskan hadits
Shahih tentang 99 nama-nama Allah ta’alaa.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Matan Hadits
عَنْ أَبِي
هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِنَّ
لِلَّهِ تِسْعَةً وَتِسْعِينَ اسْمًا مِائَةً إِلَّا وَاحِدًا مَنْ أَحْصَاهَا
دَخَلَ الْجَنَّةَ } أَحْصَيْنَاهُ{ حَفِظْنَاهُ
Dari Abu Hurairah, Sesungguhnya
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Allah mempunyai
sembilan puluh sembilan nama, seratus kurang satu, siapa yang meng-ihsha'nya,
maka ia masuk surga." Dan makna meng-ihsha' adalah menjaganya: 'Ahshainaa
(Kami menjaganya)
B. Takhrij Hadits
Hadits ini disepakati keshahihannya
oleh para muhadditsin, hadits ini diriwayatkan oleh :
1.
Imam Muhammad bin Ismail Al-Bukhari
dalam Shahihnya, Kitab Tauhid,
Bab Allah memiliki 99 nama, no. 7392,[3],dan Kitab
Asy-Syurut, no. 2736,[4]
,
2.
Imam
Muslim bin Al-Hajjaj dalam Shahih Muslim, Kitab Kitab Dzikr wa du’a wal
istigfar, bab nama-nama Allah dan keutamaan menghitungnya, no. 2677.[5]
3. Abu Isa At-Tirmidzi, dalam Sunannya dalam Ad-Da’awat,no. 3506&
3508 [6]Dishahihkan
oleh Al-Albani.
4. Ibnu Majah, dalam Sunannya, Bab Asmaillah Azza Wa Jalla, no. 3860,[7]
Dishahihkan oleh Al-Albani.
5. Ahmad bin Hanbal, dalam Musnadnya, yaitu Musnad Abu Hurairah, no.
7622[8]
Lafzah hadits diatas adalah milik Al-Bukhari dalam
Shahihnya, Kitab Tauhid, Bab Allah memiliki 99 nama, no, 7.392.
C. Tentang Perawi
Perawi
hadits ini adalah shahabat Nabi Shallallahu alaihi wasallam yang mulia, beliau
lebih dikenal dengan Abu Hurairah. Imam Ibnu Hajar dalam Al-Ishobah mengutif
perkataan Ibnu Ishaq tentang nama asli Abu Hurairoh. Nama beliau radhiyallahu
anhu sebelum masuk Islam adalah Abdu Syams bin Sakhr, kemudian nabi menganti
namanya menjadi Abdurrahman, dan kunyah beliau adalah Abu Hurairah karena ia
biasa membawa kucing kecil dilengan bajunya.[9]
Abu Hurairah adalah
sahabat yang paling banyak meriwayatkan hadist Nabi Shallallahu alaihi wassalam
, ia meriwayatkan hadist sebanyak 5.374 hadist.Beliau memeluk Islam pada
tahun 7 H, tahun terjadinya perang Khaibar. Allah Subhanahu wa ta’ala
mengabulkan doa Rasulullah agar Abu Hurairah dianugrahi hapalan yang kuat. Ia
memang paling banyak hapalannya diantara para sahabat lainnya, Ia wafat pada
tahun 57 H.[10]
D. Syarah (penjelasan) Hadits
Dalam hadits ini
terdapat duamasalah pokok yang akan kami dibahas, yaitu :
1.
Jumlah
Bilangan Nama-nama Allah
2.
Ma’na
Ihsha’
Masalah pertama
Masalah pertama tentang jumlah bilangan nama Allah ta’alaa, apakah
ia terbatas atau tidak. Dalam masalah pertama ini para ulama terbagi kepadadua
pendapat,
Pendapat pertama menyatakan bahwa
nama-nama Allah terbatas hanya 99 nama saja, sesuai dengan hadit shahih diatas.
Pendapat ini dikemukakan oleh Ibnu Hazm dalam bukunya Al-Fashl fii Al-Milal. Apa yang
dikatakan oleh Ibnu Hazm, tidak disetujui oleh para ulama umumnya. Bahkan
sebagian mereka (seperti An-Nawawi) berpendapat bahwa para ulama sepakat bahwa
nama-nama Allah Ta'ala tidak terbatas pada jumlah tersebut. Mereka menganggap
bahwa pendapat Ibnu Hazm adalah menyimpang, tidak perlu diperhatikan.
Pendapat Kedua adalah pendapatnya Jumhur Ulama, jumhur berpendapat
bahwa nama-nama Allah tidaklah terbatas.Dalil yang mereka kemukakan untuk menunjukkah
bahwa Nama Allah tidak terbatas adalah :
1.
Dalil
Pertama
Ibnul Qayim rahimahullah menjelaskan,
“Sesungguhnya nama-nama yang baik
bagi Allah tidaklah dibatasi oleh batasan dan bilangan tertentu, karena
sesungguhnya Allah subhanahu wa ta’ala masih merahasiakan nama-nama-Nya yang
ada dalam ilmu ghaib di sisi-Nya. Nama-nama tersebut tidak diketahui oleh
malaikat yang terdekat dengan Allah sekalipun dan tidak diketahui oleh nabi
yang diutus-Nya.”[11]
Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah shalallahu
‘alaihi wa salam:
........أَسْأَلُكَ
بِكُلِّ اسْمٍ هُوَ لَكَ، سَمَّيْتَ بِهِ نَفْسَكَ، أَوْ أَنْزَلْتَهُ فِي
كِتَابِكَ، أَوْ عَلَّمْتَهُ أَحَدًا مِنْ خَلْقِكَ، أَوِ اسْتَأْثَرْتَ بِهِ فِي
عِلْمِ الْغَيْبِ عِنْدَكَ ........
“…Aku memohonkepada-Mu dengan perantara seluruh Nama
yang dengannya Engkau namai Diri-Mu, Nama yang Engkau turunkan di dalam
Kitab-Mu, Nama yang Engkau ajarkan kepada salah satu diantara makhluk-Mu dan
juga Nama yang Engkau sembunyikan pengetahuannya dalam ilmu ghaib di sisi-Mu….”[12]
Berdasarkan hadist tersebut, Ibnul Qayim rahimahullah
menjelaskan, “Allah subhanahu wa ta’ala menjadikan nama-nama-Nya
menjadi tiga jenis.
Pertama, yaitu
nama-nama yang Allah menamakan dirinya dengan nama tersebut dan Allah
memberitahukan nama-nama tersebut kepada para malaikat yang dikehendaki-Nya.
Nama jenis pertama ini tidak Allah kabarkan dalam Kitab-Nya.
Kedua, nama-nama
yang dikabarkan oleh Allah kepada hamba-Nya dalam Kitab-Nya yang mulia.
Nama-nama ini diketahui oleh para hamba-hamba-Nya.
ketiga, nama yang
Allah bersendirian (dalam pengetahuan-Nya) tentang nama tersebut dalam ilmu
ghaib di sisi-Nya, dan tidak ada satu pun dari hamba-Nya yang mengetahui
nama-nama tersebut”.[13]
2.
Dalil Kedua
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam bersabda
dalam hadist yang terkenal dengan hadist syafa’at,
........وَيُلْهِمُنِي مَحَامِدَ
أَحْمَدُهُ بِهَا
لاَتَحْضُرُنِي الآنَ،فَأَحْمَدُهُ
بِتِلْكَ المَحَامِدِ
،وَأَخِرُّلَهُ سَاجِدًا........
“….Akan diilhamkan kepadaku (pada
hari kaimat), pujian-pujian (kepada Allah), yang pada saat ini aku tidak memuji
dengan pujian tersebut. Aku akan memuji Allah dengan pujian-pujian tersebut,
dalam keadaan aku bersungkur sujud kepada Allah,….”[14]
Pujian kepada Allah ini adalah
berupa pujian dengan nama dan sifat Allah subhanahu wa ta’ala. Hadist
ini menunjukkan bahwa ketika hari kiamat, Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa
salam akan bersungkur sujud kepada Allah subhanahu wa ta’ala, di bawah
‘Arsy Allah subhanahu wa ta’ala. Kemudian Allah akan mengilhamkan kepada
Rasulullah berbagai pujian berupa nama dan sifat-Nya yang belum pernah ada
seorang pun yang memuji Allah dengan pujian tersebut. Artinya, Allah masih
memiliki nama-nama selain yang Allah kabarkan dalam Al Qur’an Al Kariim. Pujian
berupa nama-nama tersebut saat ini belum ada seorang hamba pun yang
mengetahuinya, bahka Rasulullah pun tidak mengetahui nama-nama tersebut, dan
Allah akan ilhamkan nama-nama tersebut kepada Rasulullah shalallahu ‘alaihi
wa salam kelak pada hari kiamat.
Imam Nawawi rahimahullah dalam
Syarah Shahih Muslim mengutip kesepatakan para ulama tentang hal teresbut. Dia
berkata, "Para ulama sepakat bahwa hadits ini tidak membatasi nama-nama
Allah Ta'ala. Akan tetapi, yang dimaksud dalam hadits ini adalah bahwa ke-99
nama tersebut bagi siapa yang ihsha terhadapnya akan masuk surga. Yang dimaksud
adalah mengabarkan akan masuk surga bagi orang yang melakukan ihsha
terhadapnya, bukan sekedar mengumpulkan nama-nama-Nya."[15]
Masalah kedua
a. Urgensi
Ihsha’
Ibnul Qayyim rahimahullah
menyebutkan urgensi memahami Asmaul Husna, “Mengetahui nama-nama Allah dan
menghafalnya adalah dasar dari segala ilmu. Siapa yang telah menghafal
nama-nama-Nya dengan benar berarti ia telah memahami seluruh ilmu. Karena
menghafal nama-nama-Nya merupakan dasar untuk dapat menghafal segala macam
ma'lumat. Dan segala macam ilmu tersebut akan terwujud setelah memahami
al-Asma’ al-Husna dan bertawassul dengannya.”[16]
Mengenal Asmaul Husna dengan
sungguh-sungguh, menghafal, memahami maknanya kemudian berdoa dan beribadah
kepada Allah dengannya menjadi sebab penguat iman yang paling besar.
Bahkan, mengenal asma’ dan sifat Allah merupakan dasar iman yang kepadanya
keimanan akan kembali. Karenanya, apabila seorang bertambah ma’rifahnya
terhadap asma’ dan sifat Allah, niscaya imannya bertambah dan keyakinanya
kuat.
B. Ma’na Ihsha’
Dalam masalah ini, para ulama
berebeda pendapat, namun disini para perebedaan pendapat mereka bersifat
tanawwu’i (variatif) bukan ta’adhudi (kontradiktif) sebagaimana pada masalah
pertama.
Imam Ibnu Al-Jauzi mengatakan : “Ma’na
Ihsha’ dalam hadits diatas ada 4 bentuk, yaitu
1. Menghitungnya kemudian menghafalkannya
2. Merealisasikan nama-nama itu dalam
kehidupan nyata
3. Mengetahui dan Memahami arti serta
mengimaninya
4. Mengkhatamkan bacaan Al-Qur’an, karena
dengan mengkhatamkan bacaan Al-Qur’an sama dengan menyebut semua Nama-anam
Allah yang ada didalamnya. [17]
Sementara Ibnu Al-Qoyyim mengatakan
: “Makna Ihsha’ yang dapat menghantarkan kepada surga memiliki tiga
tahapan:
Pertama, menghafal lafadz-lafadz dan jumlahnya.
Kedua, memahami makna dan maksud yang terkandung di
dalamnya.
الكتاب: فائدةجليلةفيقواعدالأسماءالحسنى
المؤلف:محمدبنأبيبكربنأيوببنسعدشمسالدينابنقيمالجوزية
(المتوفى: 751هـ)
المحقق:عبدالرزاقبنعبدالمحسنالبدر
الناشر:غراس،الكويت
الطبعة:الأولى،
1424هـ/2003م
عددالأجزاء: 1
[ترقيمالكتابموافقللمطبوعوهومذيلبالحواشي]
[1] Ibid,
no. 7392,
[2] Ibnu
Hazm Al-Andalusy, Al-Fashl fi Al-Milal wa Al-Ahwa wa An-Nihal, juz 2, h. 126
[3]
Al-Bukhari Shahih, Al-Bukhari, juz 9, h. 118
[4] Ibid,
juz 3, h. 198
[5] Muslim
bin Al-Hajjaj, Shahih Muslim, juz 4, h. 2062-2063
[6] Abu Isa
At-Timizdi, Sunan At-Tirmidzi, juz 5, h. 530& 532
[7] Ibnu
Majah, Sunan Ibnu Majah, juz 2, h. 1269
[8] Ahmad
bin Hanbal, Musnad Ahmad, juz 13, h. 61
[9] Ibnu
Hajar Al-Asqolani, Al-Ishobah Fii Tamyiiz As-Shohabah, juz 7, h. 439
[10] Ibid,
[11] Ibnu
Qoyyim Al-Jauziyah, Faaidatun Jaliilah, h. 38
[12] Ahmad
bin Hanbal, Musnad Ahmad, juz 7, h. 341
[13] Opcit,
h. 41
[14]
Al-Bukhari, Shahih Al-Bukhari, juz 9, h. 146, no. 7510
[15] Imam
An-Nawawi, Al-Minhaj Syarh Shahih Muslim Al-Hajjaj, juz 17, h. 5
[16] Ibnu
Qoyyim Al-Jauziyah, Bada’i Al-Fawa’id, juz 1, h. 171
[17] Ibnu
Jauzy, Kasyful Musykil min hadits Ash-Shahihain, juz 3, h. 435 – 436
[18]opcit,
h. 164