Sabtu, 27 Desember 2014

Apakah Asmaul Husna hanya 99 ?



BAB I
PENDAHULUAN
Di antara kaum muslimin saat ini, khususnya di negara kita, ada yang berkeyakinan bahwa nama dan sifat Allah subahanhu wa ta’ala terbatas dengan bilangan tertentu. Di antara mereka ada yang berkeyakinan bahwa jumlah nama Allah subhanahu wa ta’ala hanya ada 99 nama, ada yang berkata 20 nama dan ada juga menetapkan 23 nama. Benarkah keyakinan ini?
            Syubhat di Kalangan Kaum Muslimin tentang Adanya Batasan Bagi Nama dan Sifat Allah subhanahu wa ta’ala. Sebagian kaum muslimin membatasi nama-nama Allah dengan bilangan 99, dengan berdalil dengan hadist Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam dari shahabat Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu:
وقال صلى الله عليه وسلم: "إن لله تسعة وتسعين اسمًا, من أحصاها دخل الجنة
 “Sesungguhnya Allah memiliki 99 Nama -seratus kurang satu- yang apabila seseorang menjaganya niscaya dia masuk Surga[1]
            Hadist di atas adalah hadist yang shahih dengan kesepakatan para ‘ulama ahli hadist. Akan tetapi menjadikan hadist tersebut sebagai dalil untuk membatasi nama-nama Allah hanya berjumlah 99 nama, adalah suatu kekeliruan.
Ibnu Hazm rahimahullahwa ghofarallahulahu pun salah dalam memahami hadits ini. Beliau berpendapat bahwa adanya batasan bilangan untuk nama-nama Allah subhanahu wa ta’ala. Beliau berkata, ”Seandainya Allah subhanaahu wa ta’ala memiliki nama selain 99 nama tersebut, maka perkataan Rasulullah “seratus kurang satu” menjadi perkataan yang sia-sia (tidak bermakna).[2]
Pendapat Ibnu Hazm ini diselelisihi oleh pendapat jumhur ‘ulama. Jumhur ‘ulama berpendapat bahwa tidak adanya batasan bagi nama-nama Allah subhanaahu wa ta’ala. Mereka memahami bahwa pembatasan yang disebutkan dalam hadist Abu Hurairah adalah berkaitan dengan janji yang diberikan bagi orang yang menjaga nama-nama tersebut. 
Makalah dalam tugas makalah kali ini, tugas saya adalah berusaha semaksimal mungkin untuk menjelaskan hadits Shahih tentang 99 nama-nama Allah ta’alaa.

BAB II
PEMBAHASAN
A. Matan Hadits
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِنَّ لِلَّهِ تِسْعَةً وَتِسْعِينَ اسْمًا مِائَةً إِلَّا وَاحِدًا مَنْ أَحْصَاهَا دَخَلَ الْجَنَّةَ } أَحْصَيْنَاهُ{ حَفِظْنَاهُ
Dari Abu Hurairah, Sesungguhnya Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Allah mempunyai sembilan puluh sembilan nama, seratus kurang satu, siapa yang meng-ihsha'nya, maka ia masuk surga." Dan makna meng-ihsha' adalah menjaganya: 'Ahshainaa (Kami menjaganya)
B. Takhrij Hadits
Hadits ini disepakati keshahihannya oleh para muhadditsin, hadits ini diriwayatkan oleh :
1.    Imam Muhammad bin Ismail Al-Bukhari dalam Shahihnya, Kitab Tauhid, Bab Allah memiliki 99 nama, no. 7392,[3],dan Kitab Asy-Syurut, no. 2736,[4] ,
2.    Imam Muslim bin Al-Hajjaj dalam Shahih Muslim, Kitab Kitab Dzikr wa du’a wal istigfar, bab nama-nama Allah dan keutamaan menghitungnya, no. 2677.[5]
3.    Abu Isa At-Tirmidzi, dalam Sunannya dalam Ad-Da’awat,no. 3506& 3508 [6]Dishahihkan oleh Al-Albani.
4.    Ibnu Majah, dalam Sunannya, Bab Asmaillah Azza Wa Jalla, no. 3860,[7] Dishahihkan oleh Al-Albani.
5.    Ahmad bin Hanbal, dalam Musnadnya, yaitu Musnad Abu Hurairah, no. 7622[8]
Lafzah hadits diatas adalah milik Al-Bukhari dalam Shahihnya, Kitab Tauhid, Bab Allah memiliki 99 nama, no, 7.392.




C. Tentang Perawi
            Perawi hadits ini adalah shahabat Nabi Shallallahu alaihi wasallam yang mulia, beliau lebih dikenal dengan Abu Hurairah. Imam Ibnu Hajar dalam Al-Ishobah mengutif perkataan Ibnu Ishaq tentang nama asli Abu Hurairoh. Nama beliau radhiyallahu anhu sebelum masuk Islam adalah Abdu Syams bin Sakhr, kemudian nabi menganti namanya menjadi Abdurrahman, dan kunyah beliau adalah Abu Hurairah karena ia biasa membawa kucing kecil dilengan bajunya.[9]
Abu Hurairah adalah sahabat yang paling banyak meriwayatkan hadist Nabi Shallallahu alaihi wassalam , ia meriwayatkan hadist sebanyak 5.374 hadist.Beliau memeluk Islam pada tahun 7 H, tahun terjadinya perang Khaibar. Allah Subhanahu wa ta’ala mengabulkan doa Rasulullah agar Abu Hurairah dianugrahi hapalan yang kuat. Ia memang paling banyak hapalannya diantara para sahabat lainnya, Ia wafat pada tahun 57 H.[10]
D. Syarah (penjelasan) Hadits
            Dalam hadits ini terdapat duamasalah pokok yang akan kami dibahas, yaitu :
1.      Jumlah Bilangan Nama-nama Allah
2.      Ma’na Ihsha’
Masalah pertama
Masalah pertama tentang jumlah bilangan nama Allah ta’alaa, apakah ia terbatas atau tidak. Dalam masalah pertama ini para ulama terbagi kepadadua pendapat,
            Pendapat pertama menyatakan bahwa nama-nama Allah terbatas hanya 99 nama saja, sesuai dengan hadit shahih diatas. Pendapat ini dikemukakan oleh Ibnu Hazm dalam bukunya Al-Fashl fii Al-Milal. Apa yang dikatakan oleh Ibnu Hazm, tidak disetujui oleh para ulama umumnya. Bahkan sebagian mereka (seperti An-Nawawi) berpendapat bahwa para ulama sepakat bahwa nama-nama Allah Ta'ala tidak terbatas pada jumlah tersebut. Mereka menganggap bahwa pendapat Ibnu Hazm adalah menyimpang, tidak perlu diperhatikan.
Pendapat Kedua adalah pendapatnya Jumhur Ulama, jumhur berpendapat bahwa nama-nama Allah tidaklah terbatas.Dalil yang mereka kemukakan untuk menunjukkah bahwa Nama Allah tidak terbatas adalah :


1.   Dalil Pertama
Ibnul Qayim rahimahullah menjelaskan,
“Sesungguhnya nama-nama yang baik bagi Allah tidaklah dibatasi oleh batasan dan bilangan tertentu, karena sesungguhnya Allah subhanahu wa ta’ala masih merahasiakan nama-nama-Nya yang ada dalam ilmu ghaib di sisi-Nya. Nama-nama tersebut tidak diketahui oleh malaikat yang terdekat dengan Allah sekalipun dan tidak diketahui oleh nabi yang diutus-Nya.”[11]
Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam:
........أَسْأَلُكَ بِكُلِّ اسْمٍ هُوَ لَكَ، سَمَّيْتَ بِهِ نَفْسَكَ، أَوْ أَنْزَلْتَهُ فِي كِتَابِكَ، أَوْ عَلَّمْتَهُ أَحَدًا مِنْ خَلْقِكَ، أَوِ اسْتَأْثَرْتَ بِهِ فِي عِلْمِ الْغَيْبِ عِنْدَكَ ........
Aku memohonkepada-Mu dengan perantara seluruh Nama yang dengannya Engkau namai Diri-Mu, Nama yang Engkau turunkan di dalam Kitab-Mu, Nama yang Engkau ajarkan kepada salah satu diantara makhluk-Mu dan juga Nama yang Engkau sembunyikan pengetahuannya dalam ilmu ghaib di sisi-Mu….[12]
 Berdasarkan hadist tersebut, Ibnul Qayim rahimahullah menjelaskan, “Allah subhanahu wa ta’ala menjadikan nama-nama-Nya menjadi tiga jenis.
Pertama, yaitu nama-nama yang Allah menamakan dirinya dengan nama tersebut dan Allah memberitahukan nama-nama tersebut kepada para malaikat yang dikehendaki-Nya. Nama jenis pertama ini tidak Allah kabarkan dalam Kitab-Nya.
Kedua, nama-nama yang dikabarkan oleh Allah kepada hamba-Nya dalam Kitab-Nya yang mulia. Nama-nama ini diketahui oleh para hamba-hamba-Nya.
ketiga, nama yang Allah bersendirian (dalam pengetahuan-Nya) tentang nama tersebut dalam ilmu ghaib di sisi-Nya, dan tidak ada satu pun dari hamba-Nya yang mengetahui nama-nama tersebut”.[13]

2.   Dalil Kedua
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam bersabda dalam hadist yang terkenal dengan hadist syafa’at,
........وَيُلْهِمُنِي مَحَامِدَ أَحْمَدُهُ بِهَا لاَتَحْضُرُنِي الآنَ،فَأَحْمَدُهُ بِتِلْكَ المَحَامِدِ ،وَأَخِرُّلَهُ سَاجِدًا........
“….Akan diilhamkan kepadaku (pada hari kaimat), pujian-pujian (kepada Allah), yang pada saat ini aku tidak memuji dengan pujian tersebut. Aku akan memuji Allah dengan pujian-pujian tersebut, dalam keadaan aku bersungkur sujud kepada Allah,….”[14] 
Pujian kepada Allah ini adalah berupa pujian dengan nama dan sifat Allah subhanahu wa ta’ala. Hadist ini menunjukkan bahwa ketika hari kiamat, Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam akan bersungkur sujud kepada Allah subhanahu wa ta’ala, di bawah ‘Arsy Allah subhanahu wa ta’ala. Kemudian Allah akan mengilhamkan kepada Rasulullah berbagai pujian berupa nama dan sifat-Nya yang belum pernah ada seorang pun yang memuji Allah dengan pujian tersebut. Artinya, Allah masih memiliki nama-nama selain yang Allah kabarkan dalam Al Qur’an Al Kariim. Pujian berupa nama-nama tersebut saat ini belum ada seorang hamba pun yang mengetahuinya, bahka Rasulullah pun tidak mengetahui nama-nama tersebut, dan Allah akan ilhamkan nama-nama tersebut kepada Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam kelak pada hari kiamat.
Imam Nawawi rahimahullah dalam Syarah Shahih Muslim mengutip kesepatakan para ulama tentang hal teresbut. Dia berkata, "Para ulama sepakat bahwa hadits ini tidak membatasi nama-nama Allah Ta'ala. Akan tetapi, yang dimaksud dalam hadits ini adalah bahwa ke-99 nama tersebut bagi siapa yang ihsha terhadapnya akan masuk surga. Yang dimaksud adalah mengabarkan akan masuk surga bagi orang yang melakukan ihsha terhadapnya, bukan sekedar mengumpulkan nama-nama-Nya."[15]
Masalah kedua
a. Urgensi Ihsha’
Ibnul Qayyim rahimahullah menyebutkan urgensi memahami Asmaul Husna, “Mengetahui nama-nama Allah dan menghafalnya adalah dasar dari segala ilmu. Siapa yang telah menghafal nama-nama-Nya dengan benar berarti ia telah memahami seluruh ilmu. Karena menghafal nama-nama-Nya merupakan dasar untuk dapat menghafal segala macam ma'lumat. Dan segala macam ilmu tersebut akan terwujud setelah memahami al-Asma’ al-Husna dan bertawassul dengannya.”[16]
Mengenal Asmaul Husna dengan sungguh-sungguh, menghafal, memahami maknanya kemudian berdoa dan beribadah kepada Allah dengannya  menjadi sebab penguat iman yang paling besar. Bahkan, mengenal asma’ dan sifat Allah merupakan dasar iman yang kepadanya keimanan akan kembali. Karenanya, apabila seorang bertambah ma’rifahnya terhadap asma’ dan sifat Allah, niscaya imannya bertambah dan keyakinanya kuat. 
B. Ma’na Ihsha’
Dalam masalah ini, para ulama berebeda pendapat, namun disini para perebedaan pendapat mereka bersifat tanawwu’i (variatif) bukan ta’adhudi (kontradiktif) sebagaimana pada masalah pertama.
Imam Ibnu Al-Jauzi mengatakan : “Ma’na Ihsha’ dalam hadits diatas ada 4 bentuk, yaitu
1. Menghitungnya kemudian menghafalkannya
2. Merealisasikan nama-nama itu dalam kehidupan nyata
3. Mengetahui dan Memahami arti serta mengimaninya
4. Mengkhatamkan bacaan Al-Qur’an, karena dengan mengkhatamkan bacaan Al-Qur’an sama dengan menyebut semua Nama-anam Allah yang ada didalamnya. [17]
Sementara Ibnu Al-Qoyyim mengatakan : “Makna Ihsha’ yang dapat menghantarkan kepada surga memiliki tiga tahapan:
Pertama, menghafal lafadz-lafadz dan jumlahnya.
Kedua, memahami makna dan maksud yang terkandung di dalamnya.
Ketiga, berdoa dengannya, baik doa yang berbetuk pujian dan ibadah ataupun meminta.[18]



الكتاب: فائدةجليلةفيقواعدالأسماءالحسنى
المؤلف:محمدبنأبيبكربنأيوببنسعدشمسالدينابنقيمالجوزية (المتوفى: 751هـ)
المحقق:عبدالرزاقبنعبدالمحسنالبدر
الناشر:غراس،الكويت
الطبعة:الأولى، 1424هـ/2003م
عددالأجزاء: 1
[ترقيمالكتابموافقللمطبوعوهومذيلبالحواشي]



[1] Ibid, no. 7392,
[2] Ibnu Hazm Al-Andalusy, Al-Fashl fi Al-Milal wa Al-Ahwa wa An-Nihal, juz 2, h. 126
[3] Al-Bukhari Shahih, Al-Bukhari, juz 9, h. 118
[4] Ibid, juz 3, h. 198
[5] Muslim bin Al-Hajjaj, Shahih Muslim, juz 4, h. 2062-2063
[6] Abu Isa At-Timizdi, Sunan At-Tirmidzi, juz 5, h. 530& 532
[7] Ibnu Majah, Sunan Ibnu Majah, juz 2, h. 1269
[8] Ahmad bin Hanbal, Musnad Ahmad, juz 13, h. 61
[9] Ibnu Hajar Al-Asqolani, Al-Ishobah Fii Tamyiiz As-Shohabah, juz 7, h. 439
[10] Ibid,
[11] Ibnu Qoyyim Al-Jauziyah, Faaidatun Jaliilah, h. 38
[12] Ahmad bin Hanbal, Musnad Ahmad, juz 7, h. 341
[13] Opcit, h. 41
[14] Al-Bukhari, Shahih Al-Bukhari, juz 9, h. 146, no. 7510
[15] Imam An-Nawawi, Al-Minhaj Syarh Shahih Muslim Al-Hajjaj, juz 17, h. 5
[16] Ibnu Qoyyim Al-Jauziyah, Bada’i Al-Fawa’id, juz 1, h. 171
[17] Ibnu Jauzy, Kasyful Musykil min hadits Ash-Shahihain, juz 3, h. 435 – 436
[18]opcit, h. 164